Minggu ke-20, SIKAP TERHADAP KEKUASAAN NEGARA

188. Pert     :     Bagaimana pandangan orang percaya terhadap penguasa?
        Jwb    :     Penguasa adalah manusia yang di dalam tata-reksa Allah[1]) diberi kesempatan oleh Allah untuk memegang kekuasaan negara.
                       
189. Pert     :     Bagaimana Allah memberi kesempatan kepada penguasa untuk memegang kekuasaan negara?
        Jwb    :     Kesempatan itu diberikan oleh Allah terjalin dalam budaya politik masing-masing negara. Hal ini disebut asas kuasa dari Allah. Dalam pemberian kesempatan itu Allah menganyamkan tata-reksa-Nya yang umum (universal) dengan kebebasan manusia untuk mewujudkan kehidupannya sendiri.
                                [Rm.13:1,2]

190. Pert     :     Apakah asas kuasa dari Allah tidak bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat?
        Jwb    :     Tidak. Sebab, di dalam asas kedaulatan rakyat dipahami kekuasaan negara secara langsung berasal dari rakyat. Secara tidak langsung penguasa mendapat kesempatan dari Allah untuk memegang kekuasaan.

191. Pert     :     Bagaimana pandangan orang percaya tentang kekuasaan negara?
        Jwb    :     Didasari oleh Roma 13:1-2 orang percaya memahami kekuasaan negara sebagai berikut:
1.   Pemerintah adalah orang-orang diberi kesempatan oleh Allah memegang kekuasaan negara untuk dilaksanakan di dalam penyelenggaraan negara. dan kesempatan itu diberikan oleh Allah dalam rangka tata-reksaNya.
2.   Orang percaya harus menghormati dan mendukung permerintah serta tidak dibenarkan bertindak asal melawan; sebab dengan begitu ia melawan tata-reksa Allah dan itu pasti ada hukumannya.
                                [Rm.12:1-2 sebagai dasar kehidupan etis yang petunjuknya meliputi Rm.12-15; Rm.13:4-5. Orang-orang percaya di Roma (penerima surat Roma) hidup di negara Romawi. Paulus menyebut penguasa Romawi (yang diangkat menurut sistem politik Romawi), yaitu: “hamba Allah bagi kamu menuju ke kebaikan” (Theou diakonos soi eis to agathon)]

192. Pert     :     Apa artinya bahwa orang percaya tidak dibenarkan melawan pemerintah asal melawan?
        Jwb    :     Pada prinsipnya orang percaya menghormati dan tunduk kepada pemerintah berdasarkan tempatnya dalam tata-reksa Allah. Namun terbuka kemungkinan bagi orang percaya untuk melawan pemerintah kalau ternyata pemerintah tidak memenuhi fungsinya di dalam tata-reksa Allah.
                       
193. Pert     :     Bagaimana orang percaya menilai pemerintah yang baik, yang memenuhi fungsinya dalam tata-reksa Allah?
        Jwb    :     Pemerintah yang baik, yaitu yang mendatangkan kesejahteraan rakyat, menghormati hak asasi manusia dan memperlakukan rakyat secara adil.
                       
194. Pert     :     Bagaimana sikap orang percaya terhadap ideologi negara?
        Jwb    :     Orang percaya menerima ideologi negara sebagai sesuatu yang wajar dan berguna. Sebab manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk mewujudkan kehidupannya sesuai dengan yang dicita-citakannya. Setiap bangsa berhak menentukan dan memiliki ideal-ideal dasarnya sendiri mengenai kehidupan bernegara. Ideal-ideal dasar itu lazim disebut ideologi.
                                [Konsekuensi aktual dari kebebasan manusia merancang kehidupannya, Kej.2:17]

195. Pert     :     Bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi yang bagaimana yang dapat diterima oleh orang percaya?
        Jwb    :     Orang percaya bersikap terbuka mengenai bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi.
                       
196. Pert     :     Apakah itu berarti bahwa orang percaya dapat menerima bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi apapun?
        Jwb    :     Tidak. Orang percaya mempunyai tolok ukur, yaitu apakah bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi itu memberi tempat untuk asas-asas yang dapat diterima oleh orang percaya. Ini lazim disebut asas keterbukaan bersyarat.
                       
197. Pert     :     Orang percaya dengan serius menjalani kehidupan bernegara. Apakah dasar pemahaman yang harus dipegang untuk itu?
        Jwb    :     Orang percaya berpegang pada tiga dasar pemahaman, yaitu:
1.   Sebagai imam, orang percaya melayani kehidupan bernegara di dalam kebersamaan (solidaritas) nasional, yaitu tercapainya tujuan negara adalah kepentingan, kewajiban dan tanggung jawab bersama.
2.   Sebagai raja, orang percaya berpartisipasi (ambil bagian) di dalam menentukan kebijakan penyelenggaraan negara.
3.   Sebagai nabi, orang percaya menegur, memperingatkan atau malah menentang segala ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penghinaan terhadap martabat manusia.
Itulah yang lazim disebut dasar pemahaman imamat-rajawi-nabiah. Dengan dasar pemahaman ini orang percaya mempertanggungjawabkan partisipasinya di dalam kehidupan bernegara.
                       
198. Pert     :     Apakah gereja boleh berolah politik praktis?
        Jwb    :     Tidak. Sebab gereja mempunyai ciri khasnya sendiri, yaitu sebagai suatu kehidupan bersama agamawi. Gereja mempedulikan kehidupan politik tanpa mempunyai ambisi untuk memperoleh kekuasaan.
                       
199. Pert     :     Apa yang harus dilakukan gereja dalam kehidupan bernegara?
        Jwb    :     Ada empat hal, yaitu:
1.   Mengikuti dan memahami perkembangan kehidupan politik.
2.   Menggembalakan warganya yang berolah politik praktis.
3.   Menggembalakan warganya untuk menjadi warga negara yang baik, yang mencerminkan sikap hidup dan tingkah laku orang percaya.
4.   Bila perlu, membuat dan mengeluarkan pernyataan politik berdasarkan asas imamat-rajawi-nabiah.
                       
200. Pert     :     Bagaimana hubungan yang tepat antara negara dan agama, sebab rakyat suatu negara berbeda-beda agamanya?
        Jwb    :     Berdasarkan asas anti-totaliterisme dan asas keanekaan kehidupan, maka hubungan yang tepat antara negara dan agama adalah hubungan yang didasarkan pada prinsip pemisahan yang tegas antara negara dan agama. Itulah yang lazim disebut asas negara sekuler.
                                [Band.Mat.22:21; (baca ayat 15-21) dan paralelnya]

201. Pert     :     Apa isi asas negara sekuler itu?
        Jwb    :     Isi asas negara sekuler adalah :
1.   Negara tidak memasukkan agama ke dalam wilayah kekuasaannya, dan sebaliknya agama tidak menguasai negara menjadi bawahannya.
2.   Negara menghormati agama dengan ciri khasnya sendiri, sehingga tidak ada campur tangan negara terhadap agama sebagai agama, dan sebaliknya agama menghormati negara dengan ciri khasnya sendiri, sehingga tidak ada campur tangan agama terhadap penyelenggaraan negara.
3.   Hukum negara tidak diangkat dari atau dibuat berdasarkan hukum agama.
4.   Tidak ada agama yang diangkat menjadi agama negara, agama satu-satunya yang harus dianut oleh seluruh rakyat.
5.   Negara membantu rakyatnya dalam kehidupan beragama, berdasarkan pandangan bahwa kehidupan beragama adalah suatu jalan bagi manusia untuk memperoleh kebahagiaan religius, sedangkan kebahagiaan religius merupakan suatu segi kesejahteraan yang menjadi tujuan negara.
                                [Asas anti-totaliterisme; Asas keanekaan kehidupan; Perbedaan karakteristik agama dan negara; Kebebasan merancang kehidupan; Asas negara kesejahteraan (negara demi manusia)]


[1]) Berasal dari bahasa Latin “Providentia Dei” yang berarti pemeliharaan Allah.